Kapan ya saya akan punya keberanian untuk mempublikasi cerita ini? Karena, kalau dipublikasi saat saya menulis ini, akan banyak pihak yang sekedar menjadikan ini bahan gosip.
Banyak orang tidak tahu awal mula cerita saya dengan si cinta pertama. Jujur, sebetulnya saya tidak kenal siapa dia sampai salah satu anak perempuan di kelas kami menyebutkan namanya.
I didn’t think much of it then. Betulan, deh. Dan tidak pernah ada niat dari diri saya mau “rebutan” laki-laki dengan anak perempuan lain.
Suatu hari saya ketemu si cinta pertama di fotokopi depan sekolah. Ngobrol kecil tidak sampai 5 menit. Sudah—itu aja. Kami tidak pernah betul-betul berinteraksi lagi sampe pada saat setelah kami jadian.
Saya rasa mulainya di sana ya. Rasa tertarik saya pada remaja laki-laki yang kemana-mana selalu pake jaket dan topi. Mulainya dari pertemuan di fotokopi itu.
Waktu saya menulis ini, kami sudah putus. Alasannya cukup membuat hati saya hancur. Tapi kalo saya bilang sekarang, saya tidak punya bukti apa-apa.
Saya cuma mau berterima kasih karena dia sudah menjaga saya dengan baik selama hubungan kami yang kurang lebih 10 bulan. Terima kasih sudah ikut sedih saat saya cerita soal orang tua saya— Dia mungkin tidak tertarik, tapi saat saya menulis ini, orang tua saya akhirnya sudah resmi bercerai.
Ada insiden dimana ibu saya dipukul sampai memar lagi. Saat itu terjadi, saya sangat ingin cerita ke dia, tapi saya diberi tau kalo si cinta pertama sudah sejak lama bosan sama saya dan berpaling.
Saya menyesali kenyataan bahwa banyak kejadian penting di hidup saya yang biasanya saya ceritakan ke dia tidak bisa saya ceritakan lagi ke siapa-siapa. Tapi, saya tidak menyesali kenyataan bahwa kami pisah.
Cepat atau lambat, ujungnya sama saja. Persiapan saya untuk kuliah pasti membuat kami renggang. Belum lagi dia yang memilih melanjutkan tahun kedua di asrama bikin komunikasi semakin sulit dan dia semakin terpapar dengan godaan-godaan. Kalopun kami putuskan untuk lanjut, pasti akan sulit terus bersama karena saya di kampus sedangkan dia harus mempersiapkan kelulusan di tahun ke3.
It’s extremely saddening, but we’re just not meant to be.
Selamat menjalani hidup kamu tanpa saya, ya.. Maaf selama ini saya sudah banyak bergantung sama kamu. Bahkan bikin kamu dipanggil ke ruang guru! Mulai sekarang, saya akan menavigasi hidup saya yang aneh ini tanpa bantuanmu. Semoga kamu bahagia dengan pilihan-pilihanmu di masa depan. Kapan-kapan, yuk kita ngobrol soal cerita cinta kita dengan jujur.
Adios!