Recent Posts

Tuesday, April 23, 2024

Never Before, Never Since

Aku memandangi air muka adikku. Telah mengenalnya sejak ia lahir ke bumi ini, mudah sekali kubaca isi pikirannya. Ia ingin pergi dari sini-- dari aku, ibuku, dan situasi sulit yang datang dengan keberadaan kami. Entah sejak kapan status kami berubah dari 'kekuatan' menjadi 'beban' baginya.

Itu tidak apa. Ingin pergi memutus hubungan dari orang yang menyulitkanmu adalah sebuah hal yang manusiawi. Aku memahaminya. Yang aku tidak mengerti, kenapa ia tidak bisa membaca sendiri apa yang sesungguhnya diinginkannya. Yang aku tidak mengerti, kenapa ia uring-uringan seolah-olah ia satu-satunya orang yang tidak bisa membaca isi hati terdalamnya.

Aku paham: adikku hanya ingin bahagia. Ia hanya ingin hidup bergelimang harta dan jauh dari kewajiban mengurusi hidupku dan ibukku. Menurutku itu sesuatu yang wajar-- mengingat seberapa sulit hari-hari yang harus dijalaninya di samping kami.

Meski begitu, aku berharap semoga adikku memahami kesedihanku. Membayangkan seorang adik yang berbagi gen denganku akan pergi jauh-- hidup dan bertumbuh -- ke suatu tempat yang mungkin akan membuat jalan kami (dan keturunan kami) tidak pernah bersilangan lagi.

"Aku pergi dulu, kak," katanya dari depan pintu kamar yang tertutup.

"Oke! Jangan lupa bawa bekal yang sudah kusediakan buatmu," jawabku lirih.

Saturday, March 16, 2024

Bersilangan Tetapi Gagal Bertautan

 

Part 1 (160324)

Mustahil, desis John dalam hati. Ia segera menundukkan wajah dan memalingkan pandangannya. Dengan cermat, ia berusaha senatural mungkin menyembunyikan mukanya—sekuat tenaga agar istri yang duduk di depannya tidak menyadari kepanikan yang kian mengusik dirinya.

Di sisi lain, John takut perempuan cantik yang baru saja melintasi pintu masuk mal itu beradu pandang dengannya. Takut kalau-kalau, sekali lagi dalam hidup mereka, jalan mereka bersilangan. Takut kalau-kalau perempuan itu masuk lagi dan mengacak-acak kehidupannya yang sudah baik. Sudah stabil.

Hari itu Senin pagi. John dan istrinya memutuskan untuk sarapan di kafe favorit mereka di lobi barat mal Gandaria City. Besok sudah masuk hari pertama bulan Ramadan, dan istri John pikir akan menyenangkan menghabiskan Senin tanggal merah ini berkuliner sembari window shopping di mal. "Pas puasa pasti aku mageran, deh, kalo kamu ajak kencan," katanya.

Tetapi John tidak pernah menyangka dia akan muncul di tempat yang sama. Seperti hantu di siang bolong. Seperti petir di hari yang cerah.


Kafe itu berada persis di sebelah kanan pintu masuk lobi barat, dengan dinding yang sepenuhnya terbuat dari kaca, memungkinkan John melihat lalu lalang orang keluar-masuk dari pintu mal dengan mudah. Sialnya, hari itu John memilih duduk di sofa di tengah-tengah kafe yang menghadap ke arah pintu masuk. Oleh sebab itulah, mulai sejak perempuan itu turun dari mobil di depan lobi, John langsung menyadari keberadaannya.

John memang pernah mendengar selewatan dari beberapa kawan SMA-nya bahwa perempuan itu sekarang ada di Jakarta. Namun, tidak pernah terbersit di kepala John bahwa mereka akan berpapasan seperti ini.

Gila. Luas Jakarta lebih dari 600 kilometer persegi. Di dalamnya ada lebih dari 10 juta jiwa. Ada hampir 100 mal yang beroperasi di Jakarta dan hampir sepertiga ada di Jakarta Selatan. Bagaimana mungkin aku dan dia ada di tempat yang sama di waktu yang sama seperti ini? John bergumam tidak habis pikir.